Jumat, 16 Maret 2012

Tokyo Tower with ARASHI colour

malam ini Tokyo Tower nampak sedikit berbeda.
yak, Tokyo Tower khusus untuk malam ini dihiasi 5 warna, dan itu semua adalah warna dari ARASHI
kalau mau lihat langsung silahkan ke sini
sumpah~ Tokyo Towernya keren~ jadi pingin ke sana malam ini juga

Rabu, 14 Maret 2012

Kamis, 01 Maret 2012

Tari Jaipong Part 2


2.5 Kategori Dalam Penyajian Jaipong
Jaipong mempunyai dua kategori dalam penyajiannya, yaitu :
1. Diberi Pola (Ibing Pola)
Penyajian ini terdiri dari kelompok seniman yang menyajikan materi tari yang ditata secara khusus untuk kebutuhan sajian tontonan atau pertunjukan (entertaiment). Hal ini tentunya harus dilakukan oleh penari-penari yang memiliki kemampuan tinggi melalui proses latihan secara intensif. Tarian ini biasanya ditampilkan di Kota Bandung sebagai tempat lahirnya tarian ini sekaligus tempat untuk ajang mempromosikan tari Jaipong sebagai kesenian asli Jawa Barat. 
2. Tidak Di Beri Pola (Ibing Saka)
Sedangkan penyajian kedua ini banyak di pentaskan di daerah Karawang dan Subang atau sering disebut Bajidor, yang secara seloroh diasosiasikan dari akronim Barisan Jelema Doraka yang artinya barisan orang berdosa.
Tetapi dalam pengertian lain adalah sekelompok penonton atau penggemar yang turut meramaikan suasana secara bersama yang ingin berpartisipasi didalam hiburan Jaipongan. Penari di sini sifatnya menghibur, apabila penari dapat memuaskan hasrat mereka untuk dalam menari makan para penikmat tarian ini tidak ragu-ragu untuk memberikan imbalan berupa uang pada penari Jaipong. Uang tersebut biasa disebut saweran atau jabanan atau Pamasak. Kelompok penonton terdiri dari berbagai lapisan masyarakat memiliki latar belakang berbeda seperti petani, bandar sayur, pedagang, tukang ojeg, camat, lurah, guru dan sebagainya. bahkan kelompok perampok di daerah Pantai Utara (pantura) yang dikenal dengan nama Golek Merah dan Bajing Luncat di arena pertunjukan Jaipongan justru acapkali sering meramaikan suasana.
 2.5.1 Penari
Dalam penampilannya penari Jaipongan terdiri dari :
a. Rampak sejenis ( kelompok laki-laki atau perempuan)
b. Rampak berpasangan (kelompok berpasangan laki-laki dan perempuan)
c. Tunggal laki-laki dan tunggal perempuan
d. Berpasangan laki- laki / perempuan
2.6 Fungsi Tarian Jaipong
Awal diciptakannya Jaipong menurut Gugum Gumbira mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. Sebagai Tarian Pergaulan
Pada awal di ciptakannya Tarian Jaipong diharapkan akan menjadi tarian pergaulan para remaja pada saat itu. Tarian ini pun tidak sembarangan dibuat, banyak survey yang di lakukan Gugum Gumbira. Tercemin dari gerakan-gerakan Jaipong yang mewajibkan mata para penarinya harus fokus dan selalu memandang ke depan atau teman menari sehingga tercipta komunikasi secara Gambar.
2. Sebagai Tarian Pertunjukan
Fungsi ini sudah jelas merupakan alasan tarian Jaipong di ciptakan, karena ada tuntutan dari presiden Soekarno pada tahun 1961, yang pada saat itu mulai membatasi budaya asing termasuk musik-musik barat. Kejadian itu justru mendorong seniman dari Jawa barat ini dalam menciptakan tarian tradisional yang dibuat lebih modern agar mudah dicerna dan dimainkan atau pentaskan oleh remaja.

Tari Jaipong Part 1


2.1 Pengertian Tari Jaipong
 Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup populer di Indonesia. Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.

 
2.2 Gambaran Umum Jaipong
 Seni tari Jaipong adalah sebuah fenomena menarik dan penting dalam perkembangan tari Sunda hal ini terlihat dari sambutan masyarakat terhadapnya. Akhir tahun 1970-an sebagai awal kemunculannya Jaipongan langsung menjadi tren yang mencengangkan.
Lahirnya tarian Jaipong tidak lepas dari fenomena Di tahun 1961, Presiden Soekarno yang pada saat itu mulai membatasi budaya asing termasuk musik-musik barat. Beliau justru mendorong seniman tradisional untuk mau menunjukkan ragam tarian etnik dari daerah-daerah di Indonesia, di tingkat internasional. Dengan bekal pengetahuan seni tradisional inilah, gerak tari Jaipong akhirnya tercipta. Namun, Jaipong yang Gugum ciptakan adalah sebuah tarian modern, sekalipun gerakan dasarnya adalah gerakan yang diambil dari beberapa tari tradisional.
Kehadiran Jaipongan di area tari di jawa barat tak bisa dipisahkan penciptanya yaitu Gugum Gumbira. Pernari muda yang sangat rajin mempelajari tari rakyat Jawa Barat ini pada pertengahan tahun 1970-an berhasil menciptakan sebuah tari hiburan pribadi yang terinspirasi dari tari Ketuk Tilu dan gerak-gerak pencak silat. Dua kesenian itu disebut memiliki sifat hero, demokratis, erotis, dan akrobatik.
Menurut Koentjaraningrat (1997 : 300) Di samping bahasa sunda sebagai identitas kesundaan, ciri kepribadian orang sunda yang lain adalah, bahwa orang sunda sangat mencitai dan menghayati keseniannya. Dari bahasa, keseniannya dan sikapnya sehari-hari dapat kita gambarkan tipe ideal orang Sunda sebagai manusia yang optimis, suka dan mudah genbira, yang memiliki watak terbuka, tetapi sering bersifat terlalu perasa. Tentu gambaran ini sangat bersifat umum.
Pola hidup masyarakat Sunda adalah berladang. Masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari hasil alam atau dari hasil perkebunan dan persawahan. Komunitas peladang ini hidupnya cenderung berpindah-pindah atau nomaden. Masa tinggal mereka di suatu tempat disesuaikan dengan masa berladang yang relative singkat, yang tak memerlukan teknik irigasi. Maka itu, mereka tak merasa perlu untuk membangun tempat tinggal untuk didiami selama-lamanya.
Untuk menyampaikan permohonan dan restu sebelum mengadakan sesuatu usaha, pesta, atau perlawatan. Kepercayaan kepada cerita-cerita mite (mitos) dan ajararn-ajaran agama sering diliputi oleh kekuatan-kekuatan gaib. Upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam kehidupaan, seperti mendirikan rumah, menanam padi, yang mengadung banyak unsur-unsur bukan ajaran agama Islam, masih sering dilakukan. (Koentjaraningrat, 1997 : 315)
Dalam mitologi (cerita tradisional atau kisah yang menjadi kepercayaan suatu masyarakat) Sunda, yakni himpunan dongeng-dongeng suci sunda, banyak juga yang bukan merupakan unsur-unsur yang bukan Islam. Orang-orang petani Sunda mengenal dongeng-dongeng yang erat kaitannya dengan tanaman padi, cerita itu adalah Nyi Pohaci Sanghyang. Walaupun tampak sering tidak masuk akal, akan tetapi di belakang cerita-cerita mitos itu biasanya terdapat sesuatu makna yang mempunyai nilai penting dalam pikiran warga sunda dan merupakan suatu kebudayaan. Dalam pikiran masyarakat sunda yang pada umum